Pages

Ads 468x60px

Rabu, 03 Desember 2014

Karya Koe: Penyair Jalanan


PENYAIR JALANAN









Bahasa puisi adalah bahasa yang terindah
Sebuah mahakarya yang tiada tara
Tajam bak mata pedang
menghujam nurani tuk beraksi
melesat cepat tak terelakkan……………( aldhy rilman ).

Senin, 08 September 2014

Profesionalisme Guru

PROFESIONALISME GURU


Profesi guru di dalam institusi persekolahan mulai berkembang di seluruh Nusantara pada zaman kolonial. Guru telah ikut berperan dalam pembentukan Negara dan Bangsa Indonesia yang memiliki bahasa nasional Bahasa Indonesia. Profesi guru pernah menjadi profesi penting dalam perjalanan perjuangan bangsa ini dalam menanamkan nasionalisme, menggalang persatuan dan berjuang melawan penjajahan. Sayangnya dalam beberapa dekade terakhir ini, kini profesi guru dianggap kurang bergengsi dan kinerjanya dinilai belum optimal serta belum memenuhi harapan masyarakat. Akibatnya mutu pendidikan nasional pun dinilai terpuruk.
Persoalan guru semakin menjadi persoalan pokok dalam pembangunan pendidikan, disebabkan oleh adanya tuntutan perkembangan masyarakat dan perkembangan global. Hingga kini persoalan guru belum pernah terselesaikan secara tuntas. Persoalan guru di Indonesia adalah terkait dengan masalah-masalah kualifikasi yang rendah, pembinaan yang terpusat dan hanya sekedar proyek, perlindungan profesi yang belum memadai dan persebarannya yang tidak merata sehingga menyebabkan kekurangan guru di beberapa lokasi. Segala persoalan guru tersebut timbul oleh karena adanya berbagai sebab dan masing-masing saling mempengaruhi.
Melihat pendidikan di negara kita yang mutunya pada umumnya masih kurang baik maka pemerintah harus selayaknya memperbaiki agar mutu pendidikan di Indonesia dapat disejajarkan dengan negara-negara di asia. Maka peran guru sangatlah penting dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Untuk itu, seorang guru harus mampu meningkatkan profesionalismenya sebagai seorang pendidik. Sehingga dapat dirumuskan masalah “Upaya-upaya apakah yang dapat meningkatakan profesionalisme guru “.

Sabtu, 14 Juni 2014

Karya Koe: Goresan Hati




ANDAI AKU BISA

Andai aku bisa ….
inginku tulis namamu,
pada setiap lembaran putih yang kumiliki

Andai aku bisa ….
akanku lukis wajahmu,
pada setiap jalan yang kulalui

Mungkin, hanya bayu yang tau
bagaimana sebenarnya rinduku padamu
mungkin,hanya gelap yang menghitung
sebanyak apa tetes air mataku yang pernah jatuh

Tak adakah kemungkinan tuk kita bersama,
walau hanya dalam mimpi saja

Andai aku bisa ….
membuat keajaiban pada percintaan kita
mungkin saat ini kita sudah bersama
memadu cinta dalam kasih asmara


Andai aku bisa ….

Sabtu, 07 Juni 2014

Kepemimpinan Pendidikan

Kepemimpinan Visioner dalam Meningkatkan Profesionalitas Kepala Sekolah

Oleh: 
Ronaldus S. Rilman, S.Pd.


1.      Konsep Kepemimpinan Visioner
Konsep visi, Lee Roy Beach (1993:50) mendefinisikan visi yaitu : Vision defines the ideal fiture, perhaps implying retention of the current cultura and the activities, or perhaps implying change (Visi menggambarkan masa depan yang ideal, barangkali menyiratkan ingatan budaya yang sekarang dan aktivitas, atau yang menyiratkan perubahan).
Terbentuknya visi dipengaruhi oleh pengalaman hidup, pendidikan, pengalaman profesional, interaksi dan komunikasi, penemuan keilmuan serta kegiatan intelektual yang membentuk pola pikir tertentu (Gaffar, 1994:56). Kepemimpinan yang relevan dengan tuntutan “school based management”. Kepemimpinan ini yang difokuskan pada rekayasa masa depan yang penuh tantangan, menjadi agen perubahan (agent of change) yang unggul dan menjadi penentu arah organisasi yang tahu prioritas, menjadi pelatih yang profesional dan menjadi pembimbing anggota lainnya, dan mampu menampilkan kekuatan pengetahuan berdasarkan pengalaman profesional dan pendidikannya. Visioner Leadership didasarkan pada tuntutan perubahan zaman yang menuntut dikembangkannya secara intensif peran pendidikan dalam menciptakan sumber daya menusia yang handal.

Jumat, 11 April 2014

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DI INDONESIA

Oleh: Ronaldus S. Rilman, S.Pd.



A.      Latar Belakang
Dunia saat ini terasa kecil, hal ini tentu dipengaruhi oleh perkembangan globaisasi yang membawa kita pada tatanan dunia baru. Globalisasi melululantahkan negara-negara berkembang atau biasa disebut dengan negara peri-peri (negara pingiran). Dan salah satunya adalah negara Indonesia, globalisasi dalam pengertian yang lain merupakan problem sejarah. Dengan demikian negara atau bangsa manapun tidak akan bisa lari atau bersembunyi dari kejaran globalisasi.
Globalisasi dimaknai sebagai, kerja sama antara dua negara yang saling menguntungkan (ekonomi/bilateral). Dua negara yang secara ideologi, sosial, dan budaya yang tentunya berbeda. Oleh karenanya, globalisasi diharapkan mampu membawa dunia pada tatanan yang lebih bermartabat. Namun dewasa ini, globalisasi tidak lebih dari mesin pengerak para penganut paham kapitalis.
Harapan kita sebagai bangsa yang besar, yakni Bangsa Indonesia ialah lahirnya “Pendidikan Multikultural” sebagai perekat antara manusia Indonesia mulai dari Sabang sampai Merauke. Pendidikan Multikutural dianggap sangat penting bagi negara-negara yang secara keberadaannya majemuk dan menjadi satu tantangan tersendiri dalam mengelola pluralisme atas etnik atau kelompok yang ada.
Mengingat bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar maka sudah menjadi tangunggjawab bagi generasi saat ini dalam mempertahankan integritas bangsa kita. Di masa yang akan datang dunia mungkin berwajah ganda dan manusia tidak lagi dipandang sebagai senyawa dari manusia lainnya, melainkan seekor binatang (Homo-homenilupus).
Di dalam bukunya Samuel P. Huntington (Benturan Antara Peradaban), meramalkan bahwa akan terjadi benturan antara peradaban. Benturan itu disinyalir akibat beberapa faktor: politik, sosial, budaya, ekonomi, ras, bahkan agama.
Melihat fenomena tersebut, pendidikan di Indonesia haruslah peka menghadapi arus perputaran globalisasi. Pengalaman pahit semasa Orde Baru tidak  perlu berulang lagi. Pola pemaksaan kehendak oleh pemerintah untuk membentuk satu kehidupan yang seragam melalui aturan-aturan dalam segala aspek kehidupan perlu ditinjau ulang dan dipertanyakan.
Gelombang demokrasi menuntut pengakuan perbedaan dalam tubuh bangsa Indonesia yang majemuk. Oleh sebab itu pendidikan multikultural adalah jawaban atas beberapa problematika kemajuan itu. Perlu disadari bahwa proses pendidikan adalah proses pembudidayaan dan cita-cita persatuan bangsa merupakan unsur budaya nasional.
Pendidikan multikultural dapat dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keaneka ragaman kultur, hak-hak asasi manusia serta pengurangan atau penghapusan bebagai jenis prasangka atau prejudise untuk membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju. Pendidikan multikultural juga dapat diartikan sebagai strategi untuk mengembangkan kesadaran atas kebanggaan seseorang terhadap bangsanya (the pride in one’s home nation).
Di Indonesia pendidikan multikultural relatif baru dikenal sebagai suatu pendekatan yang dianggap lebih sesuai bagi masyarakat Indonesia yang heterogen, plural, terlebih pada masa otonomi dan desentralisasi yang baru diberlakukan sejak 1999 lalu hingga saat ini.
Sebaliknya, pada level nasional, berakhir sentralisme kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan “monokulturalisme” yang nyaris seragam telah memunculkan reaksi balik, yang bukannya tidak mengandung sejumlah implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan  gejala “provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”.
Kecenderungan ini, jika tidak dikendaikan akan dapat menimbulkan bukan hanya disintegritas sosial-kultural yang amat parah, bahkan juga disintegritas politik. Oleh karena itu pendidikan multikultural dapat menjadi mediator dalam upaya membingkai segala perbedaan dengan motto Bhineka Tunggal Ika.