A. Pendahuluan
Menurut Chaer
dan Agustina (1995:3) sosiolinguistik
merupakan ilmu interdisiplin, yaitu melibatkan dua disiplin ilmu sosiologi dan linguistik. Sosiologi adalah ilmu
yang berkaitan dengan ilmu sosial, yaitu berhubungan dengan masyarakat, kelompok-kelompok
masyarakat, dan fungsi-fungsi masyarakat. Linguistik
adalah bidang ilmu yang mempelajari bahasa, atau bidang ilmu yang mengambil
bahasa sebagai objek kajiannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
sosiolinguistik adalah bidang ilmu antardisiplin yang mempelajari bahasa dalam
kaitanya dengan penggunaan bahasa itu di dalam masyarakat.Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang
bilingual atau dwibahasa, yaitu masyarakat yang menggunakan dua bahasa dalam
berkomunikasi. Dalam proses komunikasi masyarakat Indonesia menguasai bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional selain bahasa daerah masing-masing. Kedua
bahasa tersebut kadang digunakan dalam kehidupan sehari-hari secara bersamaan,
baik secara lisan maupun tulis. Situasi semacam ini memungkinkan terjadinya
kontak bahasa yang saling mempengaruhi. Saling pengaruh itu dapat dilihat pada
pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi oleh kosakata bahasa daerah atau
sebaliknya yang mencakup semua tataran. Hal ini pun juga terjadi dalam kegiatan
komunikasi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat NTT.
Masyarakat NTT tergolong dwibahasawan
karena dalam kegiatan komunikasi harian, mereka menggunakan dua bahasa
sekaligus yaitu bahasa daerah (B1) dan bahasa Indonesia (B2). Dengan adanya
kondisi seperti ini, mempengaruhi mereka dalam berbicara pada saat menggunakan
satu bahasa. Sengaja atau tidak, sering terjadi kesalahan dalam menggunakan
bahasa tertentu karena kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih secara
bergantian dalam kehidupan sehari-hari. Adanya penyimpangan-penyimpangan dan kekeliruan dalam pemakaian bahasa
akibat menguasai dua bahasa atau lebih disebut interferensi.
Interferensi menurut Nababan (1984),
merupakan kekeliruan yang terjadi sebagai akibat terbawanya kebiasaan-kebiasaan
ujaran bahasa daerah atau dialek ke dalam bahasa atau dialek kedua. Senada
dengan itu, Chaer dan Agustin (1995:168) mengemukakan bahwa interferensi adalah
peristiwa penyimpangan norma dari salah satu bahasa ke bahasa yang lain. Dari
segi kebahasaan, interferensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu interferensi
bentuk dan interferensi arti. Menurut Soepomo (1982:27) interferensi bentuk meliputi unsur bahasa
dan variasi bahasa, sedangkan interferensi bahasa meliputi interferensi
leksikal, morfologi, dan sintaksis.
Sejalan dengan pemikiran di atas,
penulis akan mencoba membahas interferensi bahasa daerah di NTT dalam bahasa
Indonesia yang digunakan oleh mahasiswa asal NTT di Yogyakarta. Pembahasan ini
akan mencakup semua tataran interferensi bahasa yang meliputi fonologi, morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penulis
tertarik untuk meneliti interferensi bahasa daerah NTT dalam pemakaian bahasa
Indonesia oleh mahasiswa NTT di Yogyakarta dengan menggunakan teori
sosiolinguistik ini berdasarkan beberapa pertimbangan. Pertama, interferensi
bahasa merupakan fenomena sosial yang saat ini terjadi dalam masyarakat
Indonesia yang berlatar belakang suku, bahasa, dan agama yang berbeda. Dari
sisi ilmu linguistik, hal ini relevan dengan kajian sosiolinguistik yang
berbicara tentang variasi bahasa dalam masyarakat tutur. Kedua, penelitian tentang interferensi bahasa daerah dalam bahasa
Indonesia sudah banyak dilakukan, tetapi penelitian tentang interferensi bahasa
daerah di NTT ke dalam bahasa Indonesia sejauh ini masih jarang dilakukan. Ketiga,
pemakaian bahasa Indonesia dialek daerah saat ini menjadi konsumsi harian bagi
kaum akademik atau kalangan mahasiswa NTT di Yogyakarta baik dalam situasi
formal ataupun informal.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka permasalahan pokok dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimanakah interferensi bahasa daerah
di NTT ke dalam bahasa Indonesia?
2. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya interferensi
bahasa daerah di NTT ke dalam bahasa Indonesia?
Sedangkan tujuan penelitian adalah: 1. Mendeskripsikan
interferensi bahasa daerah di NTT ke dalam bahasa Indonesia, 2. Mendeskripsikan
faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi bahasa daerah di NTT ke dalam
bahasa Indonesia.
B. Metodologi
Penelitian
Penelitian ini berjudul “Interferensi
Bahasa Daerah NTT dalam Pemakaian Bahasa Indonesia Mahasiswa NTT di Yogyakarta” termasuk jenis penelitian deskripsi
kualitatif. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dibekali seperangkat pengetahuan tentang interferensi bahasa sebagai alat atau instrumennya. Data dan
sumber data dalam penelitian ini adalah berupa kalimat tuturan
atau ujaran berbahasa Indonesia yang mengandung interferensi bahasa daerah NTT.
Dalam hal ini, bahasa Indonesia yang digunakan oleh mahasiswa asal NTT di
Yogyakarta, dalam kegiatan pertemuan antarkeluarga besar mahasiswa NTT dan percakapan
sehari-hari antarmahasiswa NTT di Yogyakarta, yang dilaksanakan sejak Januari 2012 sampai Desember 2012.
Metode pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode simak. Teknik yang dipilih adalah teknik
simak libat cakap, teknik simak
bebas libat cakap, dan
teknik catat.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan, sedangkan teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teknik ganti
atau teknik distribusi. Metode penyajian hasil
analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode penyajian yang bersifat
informal
C. Hasil dan
Pembahasan
Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai interferensi bahasa daerah di NTT dalam pemakaian bahasa Indonesia NTT di Yogyakarta. Hal yang dideskripsikan tersebut adalah (1) interferensi bahasa daerah di NTT dalam bahasa Indonesia, (2) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi bahasa daerah di NTT dalam bahasa Indonesia
Pada bagian ini akan dideskripsikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai interferensi bahasa daerah di NTT dalam pemakaian bahasa Indonesia NTT di Yogyakarta. Hal yang dideskripsikan tersebut adalah (1) interferensi bahasa daerah di NTT dalam bahasa Indonesia, (2) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya interferensi bahasa daerah di NTT dalam bahasa Indonesia
1.
Interferensi Bahasa Daerah di NTT dalam Bahasa Indonesia
a.
Interferensi Fonologi
Salah
satu contoh interferensi fonologi bahasa daerah di NTT dalam pemakaian bahasa
Indonesia adalah realisasi pelafalan
fonem /ə/ dan /e/ dalam BI menjadi /è/
dan /ԑ/ dalam BD NTT.
1)
Realisasi pelafalan fonem /ə/ menjadi /è/
Contoh:
Paham animismə itu apa ya?
[Paham animismè itu
apa ya?]
2)
Realisasi pelafalan
fonem /e/ menjadi /ԑ/
Contoh:
Besok kita akan jumpa lagi kawan.
[Bԑsok kita
akan jumpa lagi kawan]
3)
Penggantian bunyi diftong menjadi monoftong
Contoh:
Buat apa baku
musuh, katong mesti dame.
‘Untuk
apa saling bermusuhan, kita harus berdamai.’
b. Interferensi
Morfologi
Interferensi
morfologi dalam penelitian ini
terdapat dalam pembentukan kata bahasa Indonesia
menyerap unsur bahasa atau afiks bahasa daerah di NTT ke dalam pembentukan kata
bahasa Indonesia, contohnya sebagai
berikut.
1)
Proses pembubuhan afiks (afiksasi) berupa pemakaian
prefiks ba- dan ta- BD NTT sebagai pengganti prefiks ber- dan ter- dalam BI,
contohnya: bermain, berdiri, terpisah dan terkikis dalam BI menjadi bamain,
badiri, tapisah dan takikis dalam BD NTT.
2)
Proses pengulangan (reduplikasi) antara lain: Kata
ulang utuh atau dwilingga contohnya topa-topa
‘kumpul-kumpul’. Kata ulang berimbuhan contohnya bamain-main ‘bermain-main’. Kata ulang berubah bunyi contohnya bola-bola ‘bolak-balik’.
3) Kata majemuk (kompositium) yaitu: ana bini ‘istri’, paitua ‘kekasih pria’, dan mai
tua ‘kekasih wanita’.
c. Interferensi
Sintaksis
Interferensi
sintaksis merupakan cabang tata bahasa yang membicarakan seluk beluk struktur
kalimat dalam tuturan berbahas. Dalam penelitian ini interferensi sintaksis
terjadi pada pemakaian kalimat berstruktur bahasa daerah di NTT dalam tuturan
berbahasa Indonesia antara lain: Kamu punya buku mana ?, kamu punya nama
siapa?, dan ini anak pintar sekali.
Bentuk yang baku kalimat tersebut dalam BI adalah: bukumu mana?, namamu siapa?, dan anak ini sangat pintar.
d.
Interferensi Leksikal
Berdasarkan hasil penelitian ini, interferensi leksikal yang terjadi
berupa pemakaian kata (leksikon),
kata ganti orang (pronomina persona), kata ganti kepemilikan, penghilangan
fonem dan penggantian fonem, serta interferensi pemakaian partikel penegas bahasa daerah NTT dalam tuturan berbahasa Indonesia.
1)
Pemakaian
kata bahasa daerah NTT
Contoh:
Ko su makan belum? ‘kamu
sudah makan belum?’
Kamu
bonceng deng siapa? ‘kamu bonceng dengan siapa?’
2)
Penggunaan
kata ganti orang (pronomina persona) BD NTT
Contoh:
Beta
tidak tahu ‘Saya
tidak tahu’
Ko
tahu darimana kalau libur ‘Kamu tahu darimana kalau libur’
Dong baru saja ke pantai ‘Mereka baru saja ke pantai’
3)
Kata ganti
kepemilikan
Contoh:
Ko pu buku mana, saya pinjam
dulu? ‘Bukumu mana?’
De pu gitar itu bagus sekali ‘Gitarnya’
4)
Penghilangan
fonem
Wujud penghilangan fonem dalam sebuah kata dapat terjadi pada satu
fonem dan suku kata baik di awal,
tengah, maupun di akhir kata.
Contoh: Ni mahasiswa PGSD banyak sekali.
‘Mahasiswa PGSD ini banyak
sekali’
Tida apa kalau mahal yang penting kualitasnya
‘Tidak apa kalau mahal yang
penting kualitasnya’
Bentar baru pergi, istirahat dulu.
‘Sebentar baru pergi, istirahat
dulu’
Kamu su makan belum?
‘kamu sudah makan belum?’
5)
Penggantian fonem (Hiperkorek)
Unsur fonem
yang mengalami penggantian umumnya berupa bentuk vokal.
(1)
Penggantian
fonem /e/ dengan /a/
Contoh: Ko ambil samua saja biar
tidak ada yang tersisa.
‘Kamu ambil semua saja biar tidak
ada yang tersisa.’
(2)
Penggantian
fonem /e/ dengan /i/
Contoh: Yang kasih picah ini gelas siapa ya?
‘Yang pecahkan ini gelas siapa ya?’
6)
Interferensi
pemakaian partikel penegas BD NTT
Pada penelitian ini banyak
ditemukan interferensi leksikal yang berupa penggunaan partikel bahasa daerah NTT pada saat penutur
berbicara menggunakan bahasa Indonesia, yakni partikel kah,
to, bah, ah, e, dan adoh. Partikel
ini hanya memiliki makna dalam kalimat, maknanya tergantung pada konteks
pemakainya dalam kalimat. Kalimat yang mengandung partikel penegas tersebut
memiliki makna antara lain berupa pertanyaan, pemastian, seruan, dan
penyesalan.
(1) Partikel kah, partikel ini digunakan
penutur untuk menyatakan makna penegasan dalam kalimat interogatif.
Contoh: Iya kah, terus kamu maunya apa?
Bisa diam kah?
(2) Partikel to, penggunaan partikel to bahasa daerah NTT oleh penutur untuk menegaskan kalimat
interogatif.
Contoh: Bagaimana to, aku tidak mengerti cara mengerjakannya ?
Apalagi to yang tidak kamu mengerti?
(3) Partikel bah, dalam tuturan partikel bah digunakan oleh penutur untuk
menyatakan makna memastikan.
Contoh: Bah yang benar saja, masa
jawabannya seperti ini.
(4) Partikel adoh, partikel ini digunakan
oleh penutur untuk menyatakan makna interjeksi (kata seru). Dalam hal ini,
untuk menegaskan ungkapan seruan perasaan.
Contoh: Adoh, sakit sekali punggungku.
(5) Partikel e [ẻ], penggunaan partikel e oleh penutur untuk menyatakan makna
penegasan.
Contoh: Maksudnya apa ini e, jangan-jangan kalian tidak setuju
dengan keputusan ketua asrama?
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Interferensi
Bahasa Daerah NTT dalam Bahasa Indonesia.
Interferensi dapat
terjadi pada saat penutur menggunakan bahasa pertama ketika sedang berbicara
dalam bahasa kedua, pemakaian bahasa unsur bahasa daerah NTT pada saat
berbicara dengan bahasa Indonesia mengakibatkan adanya penyimpangan struktur
bahasa. Penyimpangan struktur tersebut dapat megakibatkan terjadinya
interferensi. Kedwibahasaan peserta tutur merupakan pangkal terjadinya
interferensi dan berbagai pengaruh lain dari bahasa sumber, baik dari bahasa
daerah maupun bahasa asing. Hal itu disebabkan terjadinya kontak bahasa dalam
diri penutur yang dwibahasawan, yang pada akhirnya menimbulkan interferensi.
Interferensi bahasa
daerah NTT dalam pemakaian bahasa Indonesia oleh mahasiswa NTT di Yogyakarta
merupakan sumber data yang dipilih oleh peneliti, karena pada saat penutur
menggunakan bahasa Indonesia banyak ditemukan interferensi bahasa. Adapun
faktor yang melatar belakangi timbulnya interferensi adalah sebagai berikut.
a. Kebutuhan Akan Variasi
Variasi dalam pemakaian bahasa mempunyai fungsi yang cukup penting, yakni
untuk menghindari pemakaian kata yang sama secara berulang-ulang yang bisa
mengakibatkan kejenuhan. Hal ini
membuat pemakai bahasa mempunyai variasi kosakata yang
dipergunakan untuk meminjam atau menyerap kosakata bahasa sumber ke dalam bahasa
penerima yang memiliki makna yang sama. Pada interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa
Indonesia berupa, kebiasaan penutur menggunakan kata bahasa daerah NTT untuk
kata yang memiliki makna yang sama dalam bahasa Indonesia. Hal ini dapat
dilihat pada penggunaan kata ganti orang (pronomina persona) yang sering digunakan oleh penutur dalam tuturan
berbahasa Indonesia, misalkan penyerapan atau
peminjaman pronoun beta dan ko dari bahasa sumber (BD NTT) sebagai variasi dari bentuk saya dan kamu dalam bahasa
penerima (BI).
Contoh:
Beta tidak tahu cara mengerjakannya, tolong kamu
bantu ya?
Saya pulang duluan e, nanti kamu menyusul.
Engko tahu darimana kalau hari ini libur.
Kamu tahu darimana kalau hari ini kita libur.
b. Tidak Cukupnya
Kosakata Bahasa Penerima
Perbendaharaan
kata suatu bahasa pada umumnya hanya terbatas pada pengungkapan berbagai segi
kehidupan yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan, serta segi
kehidupan lain yang dikenalnya. Oleh karena itu, jika masyarakat itu bergaul
dengan segi kehidupan yang baru dari luar, akan bertemu dan mengenal konsep
baru yang dipandang perlu. Karena mereka belum mempunyai kosakata untuk
mengungkapkan konsep baru tersebut, lalu mereka menggunakan kosakata bahasa
sumber untuk mengungkapkannya, secara sengaja pemakai bahasa akan menyerap atau
meminjam kosakata bahasa sumber untuk mengungkapkan konsep baru tersebut.
Hal
ini dapat dilihat dalam penggunaan bentuk pronoun beta dan engko atau ko BD NTT dalam tuturan berbahasa
Indonesia oleh penutur asal NTT di Yogyakarta. Konsep baru tersebut kemudian
diterapkan dalam tuturan sehari-hari untuk memperkaya kosakata bahasa
Indonesia.
Contoh:
Beta tidak tahu cara mengerjakannya, tolong kamu
bantu ya?
Engko tahu darimana kalau hari ini libur.
c. Terbawanya Kebiasaan dalam
Bahasa Ibu
Terbawanya kebiasaan
dalam bahasa ibu pada bahasa penerima yang sedang digunakan, pada umumnya
terjadi karena kurangnya kontrol bahasa dan kurangnya penguasaan terhadap
bahasa penerima. Dalam hal ini, penutur secara tidak sengaja menggunakan
unsur-unsur bahasa daerah NTT ketika berbicara dalam konteks bahasa Indonesia.
Hal ini sebenarnya dapat dihindari oleh penutur, karena kata-kata bahasa daerah
NTT sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Interferensi
bahasa yang terjadi karena terbawanya kebiasaan dalam bahasa ibu dapat dilihat dalam realisasi pelafalan fonem /ə/ dan /e/ dalam
BI, dilafalkan menjadi /ẻ/ dan /ԑ/ ooleh penutur asal NTT.
Contoh:
Besok kita akan bərjumpa lagi
kawan?
[Bԑsok kita akan bèrjumpa lagi kawan?]
Paham animismə
itu apa ya?
[Paham animismè itu apa ya?]
D. Simpulan
dan Saran
1.
Simpulan
Berkaitan dengan tujuan penelitian serta hasil
pembahasan yang sudah dilakukan oleh penulis, terdapat dua hal pokok yang menjadi simpulan dalam penelitian
ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat penjelasan berikut ini.
a.
Interferensi bahasa daerah di
NTT dalam bahasa Indonesia diklasifikasikan dalam empat bidang kebahasaan yaitu sebagai berikut:
1) Dalam bidang fonologi, interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa
Indonesia adalah realisasi pelafalan fonem /ə/ menjadi /è/, fonem /e/ menjadi /ԑ/
dan penggantian bunyi diftong menjadi monoftong.
2)
Dalam bidang morfologi, bentuk
interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa Indonesia yakni proses pembubuhan
afiks (afiksasi), proses pengulangan (reduplikasi), dan kata majemuk
(kompositium).
3) Dalam bidang sintaksis, interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa
Indonesia pada bidang ini berupa interferensi konstruksi/struktur kalimat bahasa daerah NTT dalam tuturan berbahasa
Indonesia.
4)
Dalam bidang
leksikal, interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa bahasa Indonesia antara
lain; pemakaian kata bahasa daerah NTT, penggunaan kata ganti orang (pronomina
persona), kata ganti kepemilikan, penghilangan fonem baik satu fonem ataupun
berupa suku kata, penggantian fonem (hiperkorek), dan interferensi pemakaian
partikel penegas bahasa daerah NTT.
b.
Faktor-faktor penyebab
terjadinya interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa Indonesia adalah sebagai
berikut.
1)
Kebutuhan akan sinonim
2)
Tidak
cukupnya kosakata bahasa penerima
3)
Terbawanya kebiasaan dalam
bahasa ibu
2. Saran
Beradasarkan hasil penelitian data, pembahasan, dan simpulan perlu
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
a.
Penelitian yang menggunakan
pendekatan sosiolinguistik ini membutuhkan referensi yang cukup banyak seperti
buku-buku, ataupun referensi lain seperti internet untuk menunjang jalannya
penelitian. Untuk itu, disarankan
kepada para peneliti berikutnya agar referensinya diperbanyak guna menambah
wawasan dan pengetahuan tentang sosiolinguistik.
b.
Interferensi bahasa merupakan
hal yang biasa terjadi dalam masyarakat Nusantara yang memiliki keanekaragaman
budaya dan bahasa. Untuk itu, bagi mahasiswa/mahasiswi khususnya mahasiswa asal
NTT di Yogyakarta yang merupakan subjek penelitian ini disarankan dapat menggunakan bahasa sesuai dengan
situasi, baik situasi formal ataupun informal.
c.
Kepada para penulis yang berminat untuk meneliti interferensi
bahasa daerah dalam bahasa Indonesia
sekiranya dapat mengembangkan lagi penelitian ini. Dalam hal ini, penulis
mengakui terdapat kekurangan-kekurangan dalam penelitian ini. Lebih lanjut
lagi, data dan sumber data dalam penelitian ini masih
terbatas karena hanya seputar pemakaian bahasa mahasiswa. Sekiranya, untuk penelitian selanjutnya data dan
sumber data penelitian ini haruslah lengkap dengan objek penelitian yang lebih
luas lagi. Hal ini bertujuan untuk
mengetahui karakterisitik pemakaian bahasa Indonesia
dialek daerah.
d.
Pada dasarnya
kajian penelitian ini merupakan salah satu kajian variasi atau ragam bahasa yang ada di dalam
masyarakat, dalam hal ini penggunaan bahasa Indonesia
yang terinterferensi bahasa daerah NTT. Sehubungan dengan hal itu, penelitian ini hanya sebatas pada bentuk-bentuk interferensi bahasa daerah NTT dalam bahasa Indonesia,
serta faktor-faktor penyebab terjadinya interferensi.
e.
Bagi peminat bahasa penelitian ini sekiranya dapat dijadikan landasan untuk
melakukan penelitian yang sejenis karena dapat memperkaya ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang kebahasaan (linguistik), yaitu mengenai interferensi bahasa daerah dalam bahasa Indonesia. Mengingat di Nusantara
memiliki banyak bahasa daerah yang secara langsung atau tidak langsung
berpengaruh dalam penggunaan bahasa Indonesia.
E. Daftar
Pustaka
Chaer, A. dan Agustina, L. 1995. Sosiolinguistik Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta.
Chaer, A.
Dan Agustina, L. Ed. Rev.,2010. Sosiolinguistik Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
http://Wordpress.com/Interferensi dan Integrasi Bahasa/.
2011. Pusat Bahasa Al Ahzar).html. Diunduh 5 Mei 2012.
http://Wordpress.com/Bidang Kajian Sosiolinguistik/ 2011.
Pusat Bahasa Al Ahzar//.html. Diunduh 5 Mei 2012.
Irwan. 2006. Karya Ilmiah: “Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia”. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Irwan. 2006. Karya Ilmiah: “Interferensi Bahasa Daerah Terhadap Perkembangan Bahasa Indonesia”. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Kesuma, Tri Mastoyo
Jati. 2007. Pengantar (Metode) Penelitian
Bahasa.Yogkarta: Carasvatibooks
Keraf,
Gorys. 1996. Linguistik
Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia
Mahsun.
2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Moleong, Lexi J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung:
Remadja Karya.
Nababan, P.W.J. 1984. Sosiolinguistik: Suatu Pengantar,
Jakarta: Gramedia.
Nuraeni. 2003. Skripsi: “Interferensi Bahasa Bugis Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi oleh Siswa SLTP Negeri 4 Kahu Kabupaten Bone”. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar.
Nuraeni. 2003. Skripsi: “Interferensi Bahasa Bugis Terhadap Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Berkomunikasi oleh Siswa SLTP Negeri 4 Kahu Kabupaten Bone”. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar : Universitas Muhammadiyah Makassar.
Poedjosoedarmo, Soepomo.1978,
“Interferensi dan Integrasi dalam Situasi Keanekabahasaan”, Pengajaran Bahasa
dan Sastra, No.2 th.IV.
Pramudya, Mahar. 2006. Skripsi: “Interferensi
Gramatikal Bahasa Melayu Bangka dalam
Pemakaian Bahasa Indonesia :
dengan Data Rubrik “MAK PER dan AKEK BUNENG” dalam Surat Kabar Bangka Pos”. Semarang :Universitas Diponegoro.
0 komentar:
Posting Komentar