Pages

Ads 468x60px

Selasa, 30 Oktober 2012

Proposal PTK; Pendekatan Pragmatik dalam Meningkatkan Keterampilan Berbicara



I. JUDUL PENGGUNAAN PENDEKATAN PRAGMATIK DALAM UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAGI SISWA SMPN 2 POCO RANAKA KABUPATEN MANGGARAI TIMUR NUSA TENGGARA TIMUR

II. BIDANG KAJIAN
Keterampilan berbicara dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMPN II.

III. LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan berbicara. Dengan menguasai keterampilan berbicara, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara. Keterampilan berbicara juga akan mampu membentuk generasi masa depan yang kreatif sehingga mampu melahirkan tuturan atau ujaran yang komunikatif, jelas, runtut, dan mudah dipahami. Selain itu, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang kritis karena mereka memiliki kemampuan untuk mengekspresikan gagasan, pikiran, atau perasaan kepada orang lain secara runtut dan sistematis. Bahkan, keterampilan berbicara juga akan mampu melahirkan generasi masa depan yang berbudaya karena sudah terbiasa dan terlatih untuk berkomunikasi dengan pihak lain sesuai dengan konteks dan situasi tutur pada saat dia sedang berbicara. Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP, khususnya keterampilan berbicara, belum seperti yang diharapkan. Kondisi ini tidak lepas dari proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah yang dinilai telah gagal dalam membantu siswa terampil berpikir dan berbahasa sekaligus. Yang lebih memprihatinkan, ada pihak yang sangat ekstrim berani mengatakan bahwa tidak ada mata pelajaran Bahasa Indonesia pun siswa dapat berbahasa Indonesia seperti saat ini, asalkan mereka diajari berbicara, membaca, dan menulis oleh guru (Depdiknas 2004:9). Sementara itu, hasil observasi empirik di lapangan juga menunjukkan fenomena yang hampir sama. Keterampilan berbicara siswa SMP berada pada tingkat yang rendah; diksi (pilihan kata)-nya payah, kalimatnya tidak efektif, struktur tuturannya rancu, alur tuturannya pun tidak runtut dan kohesif. Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam berbicara, di antaranya kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam berbicara, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Yang termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Dalam proses komunikasi sehari-hari, banyak keluarga yang menggunakan bahasa ibu (bahasa daerah) sebagai bahasa percakapan di lingkungan keluarga. Demikian juga halnya dengan penggunaan bahasa Indonesia di tengah-tengah masyarakat. Rata-rata bahasa ibulah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur. Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan berbicara bagi siswa SMP. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak berbicara tentang bahasa (talk about the language) daripada melatih menggunakan bahasa (using language). Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa (form-focus). Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata (Nurhadi, 2000). Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin keterampilan berbicara di kalangan siswa SMP akan terus berada pada aras yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara. Dalam konteks demikian, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berbicara yang inovatif dan kreatif, sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif, dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang bahasa secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan. Dengan cara demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaran keterampilan berbicara pun menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa. Penelitian ini akan difokuskan pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa klas VII-A SMPN 2 Poco Ranaka, Manggarai Timur NTT, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara berlangsung monoton dan membosankan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif; aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan pragmatik. Melalui pendekatan pragmatik, siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif. Dalam pendekatan pragmatik, guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah. Prinsip-prinsip pemakaian bahasa yang diterapkan dalam pendekatan pragmatik, yaitu (1) penggunaan bahasa dengan memperhatikan aneka aspek situasi ujaran; (2) penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kesantunan; (3) penggunaan bahasa dengan memperhatikan prinsip-prinsip kerja sama; dan (4) penggunaan bahasa dengan memperhatikan faktor-faktor penentu tindak komunikatif. Melalui prinsip-prinsip pemakaian bahasa semacam itu, pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara diharapkan mampu membawa siswa ke dalam situasi dan konteks berbahasa yang sesungguhnya sehingga keterampilan berbicara mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Melalui penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara, para siswa SMP akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Yang tidak kalah penting, para siswa juga akan mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis, mampu menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara, serta mampu memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.


IV. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas faktor-faktor penghambat yang dapat diidentifikasikan dalam upaya meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMPN II, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
  1. Faktor internal Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari siswa tersebut. Selain itu, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru terlalu monoton dan membosankan.
  2. Faktor eksternal Faktor internal merupakan faktor diluar siswa. Dalam keterampilan berbicara, kebiasaan pengguanan bahasa daerah dilingkungan keluarga dan masyarakat menyebabkan keterampilan berbicara siswa di sekolah menurun. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam meningkatkan keterampilan berbicara adalah pendekatan pragmatik. Pendekatan ini akan merangsang siswa agar dapat terampil dalam berbicara.


V. PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah dalam penelitian ini lebih dipusatkan pada peningkatan keterampilan berbicara siswa SMP dengan menggunakan pendekatan Pragmatik.

VI. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan latar belakang masalah di atas, dirumuskan masalah sebagai berikut.
  1. Langkah-langkah apa saja yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMP?
  2. Apakah penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran bahasa Indonesia dapat meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa SMP?


VII. TUJUAN PENELITIAN
Dari rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan sebagai berikut.
  1. Untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMPN 2 Manggarai NTT.
  2. Untuk memaparkan hasil keterampilan berbicara siswa SMPN 2 Manggarai NTT setelah pendekatan pragmatik digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia.


VIII. MANFAAT PENELITIAN 
Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah manfaat teoretis dan manfaat praktis.
1. Manfaat teoretis.
Manfaat teoretis yang diharapkan adalah untuk mengidentifikasi langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menggunakan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara bagi siswa SMPN II.
2. Manfaat praktis.
 Manfaat praktis yang diharapkan adalah agar keterampilan berbicara siswa SMPN 2 Manggarai NTT, yang menjadi subjek penelitian ini mengalami peningkatan yang signifikan.

IX. LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
1. Deskripsi Teori
a. Hakikat Berbicara.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Kridalaksana, ed. 1996:144) dijelaskan bahwa berbicara adalah “berkata; bercakap; berbahasa, atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dsb.) atau berunding”. Sementara itu, Tarigan (1983:15) dengan menitikberatkan pada kemampuan pembicara menyatakan bahwa berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atas kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, seta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Sedangkan, sebagai bentuk atau wujudnya, berbicara dinyatakan sebagai suatu alat untuk mengomunikasikan gagasangagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan sang pendengar atau penyimak. Hal senada juga dikemukakan oleh Mulgrave (1954:3-4). Dia menyatakan bahwa berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa atau katakata untuk mengekspresikan pikiran. Selanjutnya, dinyatakan bahwa berbicara merupakan sistem tanda yang dapat didengar dan dilihat yang memanfaatkan otototot dan jaringan otot manusia untuk mengomunikasikan ide-ide. Berbicara juga dipahami sebagai bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor fisik, psikis, neurologis, semantik, dan linguistik secara ekstensif sehingga dapat digunakan sebagai alat yang sangat penting untuk melakukan kontrol sosial. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat dikemukakan bahwa berbicara pada hakikatnya merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Dalam konteks demikian, keterampilan berbicara bisa dipahami sebagai keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Pendengar menerima informasi melalui rangkaian nada, tekanan, dan penempatan jeda. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, aktivitas berbicara dapat diekspresikan dengan bantuan mimik dan pantomimik pembicara. Merujuk pada pendapat tersebut, keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk menceritakan, mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain.

b. Hakikat Pendekatan Pragmatik
Pendekatan Pragmatik dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Menurut Halliday (1975) siswa itu belajar berbahasa, belajar melalui bahasa, dan belajar tentang bahasa. Pengembangan bahasa pada anak memerlukan kesempatan menggunakan bahasa. Oleh karena itu, kita membutuhkan lingkungan pendidikan yang memberikan kesempatan yang banyak atau kaya bagi siswa untuk menggunakan bahasa di dalam cara-cara yang fungsional (Gay Su Pinnel dan Myna L. Matlin, 1989:2). Pendekatan pragmatik termasuk salah satu pendekatan komunikatif yang mulai digunakan dalam pengajaran bahasa sejak munculnya penolakan terhadap paham behaviorisme melalui metode Drill-nya. Pendekatan komunikatif dalam pengajaran bahasa dirintis oleh Michael Halliday dan Dell Hymes. Hymes menciptakan istilah communicative competence, yaitu kompetensi berbahasa yang tidak hanya menuntut ketepatan gramatikal, tetapi juga ketepatan dalam konteks sosial (Zahorik dalam Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata pelajaran Bahasa Indonesia 2004:4). Penggunaan pendekatan pragmatik dalam pengajaran Bahasa Indonesia juga didasari oleh prinsip bahwa guru mengajarkan bahasa Indonesia sebagai sebuah keterampilan, antara lain pengintegrasian antara bentuk dan makna, penekanan pada kemampuan berbahasa praktis, dan interaksi yang produktif antara guru dengan siswa. Prinsip pertama menyarankan agar pengetahuan dan keterampilan berbahasa yang diperoleh, berguna dalam komunikasi sehari-hari (meaningful). Dengan kata lain, agar dihindari penyajian materi (khususnya kebahasaan) yang tidak bermanfaat dalam komunikasi sehari-hari, misalnya, pengetahuan tata bahasa bahasa Indonesia yang sangat linguistis. Prinsip kedua menekankan bahwa melalui pengajaran bahasa Indonesia, siswa diharapkan mampu menangkap ide yang diungkapkan dalam bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulis, serta mampu mengungkapkan gagasan dalam bahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tertulis. Penilaian hanya sebagai sarana pembelajaran bahasa, bukan sebagai tujuan. Prinsip ketiga mengharapkan agar di kelas terjadi suasana interaktif sehingga tercipta masyarakat pemakai bahasa Indonesia yang produktif. Tidak ada peran guru yang dominan. Guru diharapkan sebagai “pemicu” kegiatan berbahasa lisan dan tulis. Peran guru sebagai orang yang tahu atau pemberi informasi pengetahuan bahasa Indonesia agar dihindari. Ciri lain yang menandai adanya penggunaan pendekatan pragmatik dalam pembelajaran keterampilan berbicara adalah penggunaan konteks tuturan. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memperoleh gambaran penggunaan bahasa Indonesia dalam konteks dan situasi yang nyata. Menurut Rustono (1999:26), situasi tutur adalah situasi yang melahirkan tuturan. Pernyataan ini sejalan dengan pandangan bahwa tuturan merupakan akibat, sedangkan situasi tutur merupakan sebabnya. Di dalam komunikasi, tidak ada tuturan tanpa situasi tutur. Memperhitungkan situasi tutur amat penting di dalam pragmatik. Maksud tuturan yang sebenarnya hanya dapat diidentifikasi melalui situasi tutur yang mendukungnya. Penentuan maksud tuturan tanpa mengalkulasi situasi tutur merupakan langkah yang tidak akan membawa hasil yang memadai. Pertanyaan apakah yang dihadapi itu berupa fenomena pragmatis atau fenomena semantis dapat dijawab dengan kriteria pembeda yang berupa situasi tutur. Komponen-komponen situasi tutur menjadi kriteria penting di dalam menentukan maksud suatu tuturan. Di dalam pragmatik, konteks berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. Berdasarkan beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa penggunaan pendekatan pragmatik sebagai inovasi dalam pengajaran keterampilan berbicara di SMP dimaksudkan untuk melatih dan membiasakan siswa untuk berbicara sesuai dengan konteks dan situasi tutur senyatanya sehingga siswa dapat memperoleh manfaat praktis untuk diterapkan dalam peristiwa komunikasi sehari-hari.

2. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah “ Jika penggunaan pendekatan pragmatik dalam meningkatkan keterampilan berbicara di SMPN 2 Manggarai NTT berhasil, maka siswa SMPN 2 Manggarai NTT memiliki keterampilan berbicara yang tinggi”. 3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang diajukan. Dalam penelitian penggunaan pendekatan pragmatik dalam meningkatkan keterampilan berbicara bagi siswa di SMPN 2 Manggarai NTT hipotesis penelitiannya adalah: “penggunaan pendekatan pragmatik dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa SMPN 2 Manggarai NTT”.

X. PROSEDUR PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian ini dimulai dengan melakukan identifikasi masalah atau refleksi awal terhadap rendahnya tingkat keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMP Negeri 2 Manggarai NTT. Langkah selanjutnya adalah melaksanakan survey dan observasi langsung ke sumber penelitian.

B. Instrumen Penelitian
1. Rencana Penelitian
a. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A SMPN 2 Manggarai yang terdiri atas 40 siswa, dengan rincian 18 siswa laki-laki dan 22 siswa perempuan. Peneliti mengambil subjek tersebut dengan alasan berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMPN 2 Manggarai NTT yang mengajar kelas VII mengatakan bahwa saat ini kemampuan menulis teks cerpen siswa kelas tersebut rendah.
b. Tempat penelitian
Penelitian terhadap peningkatan keterampilan berbicara dengan menggunakan pendekatan pragmatik pada siswa kelas VII-A ini dilaksanakan di SMPN 2 Manggarai NTT.
c. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester gasal tahun ajaran 2010/2011, yaitu tepatnya pada bulan September 2010.
d. Populasi dan Sampel Populasi dan wilayah generalisasi penelitian ini adalah siswa SMPN 2 Manggarai NTT kelas VII-A Tahun Pelajaran 2010/ 2011. Dalam penelitian ini seluruh populasi yang telah disebutkan akan diteliti seluruhnya atau seluruh populasi akan menjadi sampel total (sensus). Jadi dalam penelitian ini mengambil sampel semua siswa kelas VII-A sebanyak 40 siswa. 

2. Prosedur Penelitian

Prosedur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Tahap Perencanaan

Tahap ini meliputi persiapan materi yaitu menyusun silabus dan RPP berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP Kelas VII semester I. Dalam silabus dan RPP dicantumkan nama sekolah, identitas mata pelajaran (nama mata pelajaran, kelas/semester, komponen, aspek, dan standar kompetensi), kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan belajar, indikator, penilaian (teknik, bentuk, dan contoh instrumen), alokasi waktu, dan sumber/media belajar. Selain itu, peneliti juga memberikan tugas kepada siswa yaitu mencatat pengalaman yang paling mengesankan yang dialami oleh siswa dengan menggunakan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif. Tugas yang diberikan kepada siswa ini dalam pendekatan pragmatik akan dipecahkan kedalam enam (6) langkah yaitu: a) Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin diceritakan. Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan. b) Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur dan mitra tutur. c) Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur berdasarkan pengalaman yang akan diceritakan. d) Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan hal-hal yang telah dicatat sebelumnya. Bentuk tindakan verbal berupa tindak tutur yang dihasilkan oleh alat ucap, berupa kata-kata dan kalimat. e) Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas tindakan verbal yang telah dilakukan.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap-tahap yang dilakukan pada tahap pelaksanaan terinci sebagai berikut. 1. Tahap persiapan tindakan Pada tahap persiapan tindakan, peneliti yang sekaligus sebagai guru menyiapkan silabus, RPP, instrumen, sumber belajar, dan media belajar yang digunakan untuk mendukung efektivitas pelaksanaan tindakan. 2. Pelaksanaan tindakan Pada tahap pelaksanaan tindakan, peneliti melaksanakan tindakan sesuai rencana yang tersusun dalam RPP. Secara garis besar, tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus sesuai dengan yang tersusun dalam RPP antara lain sebagai berikut.

2.1. Tindakan awal
  1. Apersepsi: peneliti mengaitkan materi pembelajaran keterampilan berbicara dengan pengalaman siswa.
  2. Motivasi: peneliti memberikan motivasi kepada siswa agar gemar menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain.

2.2. Tindakan inti
  1. Siswa menyimak contoh cerita pengalaman yang mengesankan yang disampaikan oleh peneliti.
  2. Siswa melakukan tanya jawab dengan guru dan teman sekelas untuk menentukan langkah-langkah menceritakan pengalaman mengesankan berdasarkan contoh cerita yang disimak.
  3. Siswa memilih dan mencatat pengalaman mengesankan yang ingin diceritakan.
  4. Siswa mencatat identitas penutur dan mitra tutur, yaitu orang-orang yang terlibat dalam pengalaman yang akan diceritakan. 
  5. Siswa mencatat konteks tuturan, yaitu latar belakang pengetahuan yang dimiliki penutur dan mitra tutur. 
  6. Siswa mencatat tujuan tuturan, yaitu apa yang ingin dicapai oleh penutur berdasarkan pengalaman yang diceritakan. 
  7. Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan verbal berdasarkan halhal yang telah dicatat sebelumnya. 
  8. Siswa bertindak tutur melalui wujud tindakan nonverbal untuk memperjelas tindakan verbal yang telah dilakukan. 


 2.3. Tindakan akhir

  1. Siswa bersama peneliti menyimpulkan cara menceritakan pengalaman mengesankan dengan pilihan kata yang tepat dan kalimat yang efektif. 
  2. Siswa bersama peneliti melakukan refleksi untuk mengetahui kesan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan menggunakan pendekatan pragmatik.


 2.4. Pelaksanaan pengamatan

Ketika peneliti melaksanakan tindakan, anggota peneliti sebagai kolaborator melakukan pengamatan terhadap situasi yang terjadi selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hal-hal yang perlu diamati dan dicatat oleh kolaborator dalam lembar observasi, di antaranya:
  1. Respon siswa, 
  2. Perubahan yang terjadi selama proses pembelajaran; 
  3. Keterampilan guru dalam menggunakan pendekatan pragmatik, baik dalam tindakan awal, tindakan inti, maupun tindakan akhir; dan 
  4. Kesesuaian antara rencana dan implementasi tindakan. 


 2.5. Analisis dan Refleksi 

Pada tahap ini, peneliti menganalisis data yang diperoleh berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menceritakan pengalaman yang mengesankan dengan pilihan kata dan kalimat yang efektif. Unsur-unsur yang dianalisis, yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata, keefektifan kalimat, kelogisan penalaran, dan kemampuan menjalin kontak mata. Berdasarkan hasil analisis data akan diketahui unsur-unsur mana saja yang masih menjadi hambatan siswa dalam menceritakan pengalamannya yang mengesankan. Hasil analisis data tersebut juga sangat penting dan berharga sebagai bahan untuk melakukan refleksi bersama kolaborator. Pada saat melakukan refleksi, kolaborator memberikan masukan kepada peneliti berdasarkan hasil pengamatan yang telah dicatat untuk melakukan langkah-langkah perbaikan pada siklus berikutnya. Penelitian tidak perlu dilakukan lagi pada tahap berikutnya jika hasil analisis data menunjukkan pengingkatan yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan penelitian yang telah ditetapkan, yaitu 70% (28 siswa) dari 40 siswa klas VII-A SMP Negeri 2 Manggarai NTT terampil berbicara berdasarkan aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. 

C. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid, data dikumpulkan melalui teknik berikut ini: 

1. Tes
Teknik tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterampilan siswa dalam menceritakan pengalaman yang mengesankan kepada orang lain. Aspek-aspek yang dinilai, yaitu kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. 

2. Nontes
Teknik nontes yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut: 
  1. Observasi (pengamatan): teknik ini digunakan oleh kolaborator untuk mengobservasi pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. 
  2. Wawancara: teknik ini digunakan oleh peneliti dan kolaborator untuk mengetahui respon siswa secara langsung dalam berbicara dengan menggunakan pendekatan pragmatik. Wawancara terutama dilakukan kepada siswa yang menonjol karena kelebihan atau kekurangannya. Pelaksanaan wawancara dilakukan di luar kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pedoman wawancara. 
  3. Jurnal: teknik ini digunakan oleh peneliti setiap kali selesai mengimplementasikan tindakan. Jurnal tersebut dijadikan sebagai bahan refleksi diri bagi peneliti untuk mengungkap aspek: a) Respon siswa (baik yang positif maupun negatif) terhadap penggunaan pendekatan pragmatik; b) Metode pembelajaran yang disukai siswa; dan c) Kemampuan peneliti dalam menciptakan pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. 


D. Teknik Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara kuantitatif berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap tahap. Hasil tindakan pada setiap tahap dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui persentase peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas VII-A SMPN 2 Manggarai NTT dalam menceritakan pengalaman yang mengesankan. Pada setiap tahap dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa, daya serap, dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Selain itu, juga dideskripsikan jumlah skor, jumlah nilai, rata-rata nilai, dan tingkat daya serap, dan ketuntasan belajar siswa pada setiap tahap.

Daftar Referensi:
Kasihani, Kasbolah E.S. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang. Sugiyono.2008. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Pusat Bahasa, Depdiknas. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. http://id.wikipedia.org/wiki/Penelitian Tindakan Kelas. http://bemuinmalang.org/?pilih=lihat&id=34. Admin. 2008. Pendekatan Pragmatik dalam PTK di SMP. Hal 1-10.

0 komentar:

Posting Komentar