KAMPUNG ADAT TODO
Terletak di Desa Todo, Kec. Satar Mese
Barat, Kab. Manggarai, Flores NTT. Kampung tua yang memiliki halaman yang
dikelilingi batu tersusun rapi merupakan asal muasal kerajaan Manggarai. Di
sini terdapat Rumah Adat (Niang) bernama “NIANG WOWANG”, Tambur Kecil (Gendang)
yang terbuat dari kulit perut seorang gadis (Loke Nggerang) dan meriam-meriam
kuno.
Rumah Adat Todo |
Salah satu ciri khas kampung Todo adalah Niang Todo, sebuah rumah adat
berbentuk bundar beratap jerami yang diketahui merupakan istana raja Todo tempo
dulu. Konon rumah adat ini adalah rumah adat tertua di Manggarai. Rumah
adat ini hampir sama seperti rumah adat Manggarai pada umumnya, beratapkan
ijuk, berbentuk kerucut dengan rangka kayu dan bambu, jika kerucut dibuka maka
kerangkanya akan menggambarkan sebuah jaring laba-laba, semacam sawah jaring
laba-laba yang terdapat di Kampung Cara Desa Cancar Kecamatan Ruteng.
Pintu rumah adat ini hanya setinggi bahu orang dewasa jadi jika akan masuk
rumah, seseorang harus menundukkan kepalanya, menurut orang Manggarai hal ini
sebagai gambaran untuk menghormati pemilik rumah atau tetua adat mereka. Hal
yang membedakan Rumah adat Todo dengan rumah adat Manggarai lainnya yaitu rumah
adat ini terdapat gendang yang menurut cerita masyarakat setempat gendang
tersebut terbuat dari kulit manusia. Konon, pada masa Kerajaan Todo ada seorang
perempuan yang sangat cantik yang diperebutkan oleh dua pangeran hingga terjadi
perpecahan diantara keduanya, untuk menyelesaikan masalah itu dikorbankanlah si
perempuan -atau si perempuannya yang bunuh diri- dan kulitnya dibuat gendang.
Di atap pintu masuk Rumah Adat Todo juga terdapat ukiran kayu yang
menggambarkan alat reproduksi wanita, hal ini juga yang membedakan rumah Adat
ini dengan rumah adat Manggarai lainnya.
Permainan Caci |
Disini juga pengunjung dapat Menyaksikan wisata budaya salah satunya
atraksi bela diri tradisional yang dikenal dengan nama Caci. Selain untuk
menghidupkan suasana, permainan ini juga untuk mempertemukan kembali para
keturunan Raja Todo, penguasa kerajaan besar di Manggarai 300 tahun silam.
Warga dari kampung tetangga pun turut berpartisipasi. Inilah saatnya warga
kampung larut dalam kegembiraan menyambut ritual “Wajo Mora”. Selain sebagai
upacara adat yang dianggap sakral, ritual ini dilaksanakan untuk menghormati
para leluhur. Apalagi, masyarakat setempat percaya pelanggaran tradisi adat
akan membuahkan bencana yang disebut Nangki.