Pages

Ads 468x60px

Rabu, 01 Juni 2016

KOMPARASI KURIKULUM DI INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN

Oleh:
Ronaldus S. Rilman, M.Pd.


Ilmu pengetahuan merupakan sebuah jalan untuk mempermudah kehidupan umat manusia. Ketika manusia sudah memiliki ilmu pengetahuan maka tingkat kehidupannya pun semakin membaik. Agar seluruh masyarakat memiliki ilmu pengetahuan secara merata, maka dibuatlah sebuah sistem agar ilmu pengetahuan mampu dipelajari dengan mudah. Pendidikan adalah sebuah sistem yang didalamnya terdapat komponen-komponen penunjang dalam usaha mencapai tujuan mencerdaskan masyarakat. Setiap negara memiliki tujuan dan sistem pendidikan yang berbeda sesuai dengan visi dan misi negara mereka. Indonesia merupakan negara yang sangat mementingkan pendidikan, hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar ’45  yang merupakan pondasi dasar negara ini. 

Kita mampu melihat sejauhmana perkembangan pendidikan di Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain dengan melihat aspek-aspek pendidikan yang global. Aspek pendidikan secara global mampu dilihat melalui aspek pendidik, anak didik, alat pendidikan, dan tujuan pendidikan. Indonesia negara yang saat ini menganggarkan 20% APBN nya untuk pendidikan terasa masih sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan proses pembelajaran. Aspek-aspek pendidikan yang akan penulis kaji  merupakan mempunyai tujuan untuk membandingkan tingkat keberhasilan pendidikan di Indonesia dengan negara tetangganya. Untuk mengetahui perbandingan aspek-aspek ini, kita harus mengetahui dahulu pengertian dari masing-masing aspek.
Pendidik adalah orang dewasa yang telah dianggap mampu bertanggung jawab terhadap apa yang diajarkan kepada anak didik. Sedangkan anak didik adalah individu yang butuh bimbingan dan arahan dalam bertingkah laku dari pendidik. Aspek yang lainnya yakni alat pendidikan yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yang didalamnya berisi komponen pendidikan yang bersinergi satu sama lain. Sedangkan tujuan pendidikan di setiap negara berbeda-beda sesuai dengan tujuan negara dalam menciptakan generasi penerus bangsa. Bisa dikatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mentransformasikan seluruh nilai dan norma serta perkembangan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus.


Tujuan penulis membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara lain dapat dikatakan sama seperti pendapat Kendall dan Nicholas Hanc yang dikutip dari  Nur  (2002:4) yang menjelaskan bahwa tujuan perbandingan pendidikan adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang sesungguhnya mendasari pengaturan perkembangan sistem  pendidikan nasional. Indonesia pada tahun 2011 mengalami penurunan peringkat prestasi pendidikannya. Jika di tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat 65 dari 127 negara yang disurvei oleh UNESCO, kini pada tahun 2011 Indonesia berada pada urutan 69. Hal ini sungguh menyesakkan bagi kita masyarakat Indonesia yang telah dianggarkan 20% dari total APBN  untuk pendidikan. Penilaian UNESCO terkait aspek-aspek angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada anak usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar.

Bila melihat aspek diatas, maka wajarlah bila Indonesia masing dianggap sebagai negara yang jauh dari negara Jepang yang pada survei pada saat itu  menjadi negara  peringkat pertama dalam kualitas pendidikan. Indonesia memang masih lebih baik dari  negara tetangga yakni, Filipina, Kamboja, dan Laos. Tetapi bagaimana dengan negara tetangga yang lain yang berada dalam satu wilayah Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Ketiga negara tersebut berada jauh diatas Indonesia dalam hal pendidikan. 

Aspek penilaian UNESCO memang berkaitan dengan aspek-aspek yang penulis sebutkan sebelumnya. Tenaga pendidik di Indonesia masih jauh dari kata profesional, masih banyak guru yang mengajar tidak pada kompetensinya dan bahkan mengajar lebih dari satu pelajaran atau berpindah tempat mengajar dari satu sekolah ke sekolah lain hanya untuk mencukupi kebutuhan ekonominya. Guru di Indonesia masih sangat minim akan penguasaan metode pembelajaran. Sikapnya yang otoriter seringkali membuat siswa menjadi kaku dan tidak berkembang. Belum lagi masih banyak guru di Indonesia yang hanya mengenyam jenjang pendidikan Sekolah Keguruan dan bukan lulusan dari universitas ilmu keguruan.
Negara-negara tetangga yang berada jauh diatas Indonesia dalam peringkat pendidikan, tingkat perekonomian mereka sangat baik sehingga tenaga pendidik tidak perlu resah dan bekerja secara profesional dalam usaha mencerdaskan anak didik. Jenjang pendidikan yang sudah selayaknya bagi seorang guru dan  sikap profesional dengan hanya mengajarkan mata pelajaran yang ia kuasai ditambah dengan penguasaan metode pembelajaran, mampu menciptakan suasana pendidikan yang baik. Namun saat ini Indonesia sedang berbenah mencarikan solusi untuk meningkatkan mutu guru dengan program sertifikasi dan macam-macam pelatihan guna menciptakan guru yang berkualitas baik.

Anak didik adalah individu yang unik dan membutuhkan bimbingan dan arahan dari para pendidik guna mencapai kedewasaannya. Setiap anak didik yang ada di Indonesia sejatinya terlahir dengan bakat yang dibawanya masing-masing. Akan tetapi, bangsa Indonesia belum mampu mewadahi potensi-potensi anak didik. Pendidikan masih sangat mahal bagi rakyat Indonesia, sehingga membuat banyak potensi anak didik tidak berkembang sebagaimana seharusnya. Sistem pendidikan di Indonesia masih banyak berpatokan pada hasil daripada prosesnya.

Hal ini tanpa kita sadari membuat anak didik hanya terfokus pada aspek kognitif dalam tujuannya sebagai siswa di sekolah. Guru di sekolah pun bersikap sebagaimana robot yang selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sikap tenaga pengajar seperti hanya mementingkan bagaimana upaya mereka secepat mungkin dalam  penyampaian materi kepada siswa tanpa memperhatikan kembali daya nalar dan pemahaman siswa itu sendiri terhadap materi ajar.

Ironis memang ketika Ujian Nasional (UN) dijadikan sebagai patokan kelulusan siswa dalam penguasaan materi pada jenjang pendidikan tertentu tanpa mengindahkan aspek lainnya, yang bisa juga dinilai sebagai bahan pertimbangan oleh tenaga pendidik. Sistem pembelajaran seperti ini membuat siswa sulit berkembang dalam usahanya menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Berbeda dengan negara tetangga yang sudah lebih tertata dalam upaya mewadahi bakat siswa. Malaysia misalnya, pada jenjang Lower secondary education (Sekolah Menengah Pertama jika di Indonesia), sudah dipetakan para siswanya untuk mengetahui bakat dan minat siswa pada jurusan sain, seni, teknik atau vokasional. Dengan cara ini, Malaysia telah mampu membuat peringkat pendidikannya di mata dunia lebih baik dengan tentunya masih banyak aspek lain sebagai faktor-faktor pendukung.

Selanjutnya berbicara mengenai alat pendidikan. Alat pendidikan disini tidak hanya berupa fasilitas sekolah seperti ruang kelas, meja, kursi, dsb. Yang akan kita sebut sebagai alat pendidikan di lapangan, sedangkan kurikulum, silabus, dan rencapa pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga merupakan alat pendidikan yang akan kita sebut sebagai alat pendidikan di luar lapangan. Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa kurikulum pada setiap negara berbeda dan biasanya mengikuti keinginan negara masing-masing dengan acuan prospek jangka pendek dan jangka panjang. Di Indonesia, fasilitas di lapangan sangat minim dari ideal yang diharapkan. Banyak sekali sekolah-sekolah dalam kondisi rusak dan tak layak pakai hingga fasilitas penunjang lainnya. Bila kita cermati negara Singapura, sekolah mereka telah berada dalam keadaan yang sangat baik sehingga siswa dan guru pun menjadi lebih termotivasi dalam proses pembelajaran. 

Kurikulum di negara tetangga Malaysia menciptakan pembagian sekolah hampir sama dengan di Indonesia. Terdapat sekolah kejuruan, sekolah umum, dan sekolah keagamaan hingga tingkat universitas. Akan tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya. Sistem pendidikan Indonesia menjadikan UN sebagai tolak ukur kelulusan dan jika ingin masuk ke jenjang berikutnya masih terdapat tes lagi, tetapi di Malaysia pada setiap jenjang pendidikan tidak menjadikan UN sebagai tolak ukur dan hanya sebagai uji kemampuan. Malaysia membuat jenjang pendidikan yang lebih tinggi memantau siswa di jenjang sekolah yang lebih rendah untuk calon siswanya. Tentunya pemantauan ini terkait dengan kebutuhan sekolah yang akan merekrutnya sesuai dengan minat dan bakat siswa itu sendiri.

Oleh karena banyak siswa di Malaysia melakukan yang terbaik dalam seluruh aspek pendidikan demi mendapatkan sekolah yang terbaik di jenjang pendidikan selanjutnya. Indonesia dengan penerapan UN sebagai tolak ukur kelulusan dan terdapat tes lagi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi membuat banyak siswanya menjadi letih dan menekan mental. Ini telah terbukti banyak membuat siswa berprestasi pun bisa gagal untuk menempuh sekolah impian selanjutnya.

Tujuan pendidikan Indonesia menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap negara pasti memiliki tujuan pendidikan yang berbeda baik secara terang atau pun tersembunyi. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana mencapai tujuan itu sendiri dengan bantuan ketiga aspek lainnya.

Sebuah dilema pendidikan di Indonesia muncul ketika tujuan pendidikan yang sudah dicanangkan secara luhur tetapi tidak dapat didukung oleh faktor-faktor lain yang seharusnya menopangnya. Seperti yang penulis sebutkan diatas bahwa aspek pendidik, anak didik, dan alat pendidikan merupakan jalan untuk pencapaian tujuan harusnya berada dalam kondisi yang baik. Bila kondisi tiga aspek pendidikan ini telah berada dalam kondisi yang baik, maka tujuan pendidikan pun sangat mudah diraih. Indonesia dengan banyaknya jumlah penduduk dan kasus korupsi yang sangat besar menggerogoti tiga aspek pendorong pencapaian tujuan pendidikan. Bagaimana mungkin tujuan bisa terlaksana dengan baik bila penopang tujuan tidak dibangun dalam kondisi baik.

Bila dibandingkan dengan negara tetangga, mereka mempunyai tujuan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan negaranya. Namun, seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa ketiga aspek pendidikan mereka sangat mendukung dalam menopang tujuan pendidikan. Jika hal ini terus berlanjut tanpa ada daya kreatifitas dari guru dan pihak sekolah hingga pemerintah, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan semakin turun peringkatnya dalam tatanan sistem pendidikan dunia.

Lagi-lagi Indonesia untuk kesekian kalinya berencana menggantikan kurikulum. ada beberapa perubahan yang telah dirombak dari kurikulum lama yaitu penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris pada tingkat sekolah dasar serta pendakatan tematik integratif yang katanya pada pendekatan ini siswa akan belajar dengan tema yang akan di kombinasikan dengan mata pelajaran, yaitu :PPKN, Agama, bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Pendidikan jasmani.
Kurikulum ini sendiri seperti kata Kemendikbud bukanlah kurikulum baru di dunia, bahkan sudah diterapkan di Finlandia, Jerman dan prancis. pertanyaannya apakah kurikulum ini bisa di operasionalkan di Indonesia dengan pertimbangan keadaan lingkungan yang bisa dikatakan masih jauh berbeda dengan negara yang disebutkan diatas? tentu tidak mudah menjawab pertanyaan ini secara langsung karena kita belum melihat dampak kurikulum ini kedepan. untuk itu mari kita melihat secara sekilas bagaimana kontras kurikulum Finlandia dan Indonesia
Kurikulum di Finlandia
salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal treatment yang berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. di Finlandia semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau tidak. jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama. hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena tidak adaassessment atau penilaian. siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal dua guru untuk mengajar, 1 bertindak sebagai guru utama dan 1-nya sebagai asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and have their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan pendapat sesuai umur dan kedewasaan. jadi mereka memiliki hak mendapatkan ilmu sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga mendapatakan dukungan spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang membutuhkan waktu ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar mereka mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6 mata pelajaran inti yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. kenapa ada kata orientation? karena kurikulum di Finlandia memiliki konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa belajar isi dari seluruh pelajaran ini namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada disekitar mereka. maka jika anda melihat ada tiga kata yang dipakai disini yaituexamine, understand, & experience. jadi siswa melatih kemudian memahami dan mencoba. jadi pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. tentunya dengan fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru mengajar di Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. siswa diajak mengekplorasi pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang alam demi mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung.
jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya Parental engagement, orang tua siswa juga terlibat dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki ikatan kerjasama dengan sekolah. tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih tersalurkan di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. luar biasa bukan? dan ini mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan staff.
tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak mengevaluasi kurikulum sehingga mereka punya hak memberikan saran untuk perkembangan si anak. ini adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. jadi orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.
Kurikulum di Indonesia
di atas saya sudah menjelaskan bagaimana kurikulum di Finlandia di Jalankan. nah, sekarang mari kita bandingkan dengan kurikulum di Indonesia. di Indonesia kurikulum di atur oleh pemerintah pusat dengan keterlibatan mereka yang ahli dalam bidang kurikulum. kurikulum hanya bisa diubah oleh pemerintah sementara masyarakat hanya menjadi konsumen yang patuh dan taat. orangtua didik juga tidak terlibat apapun dalam hal kurikulum. lantas, bagaimana melihat kurikulum kita berhasil atau tidak? apa cukup dengan nilai UAN?
untuk menjawab pertanyaan diatas mungkin anda bisa menerka-nerka jawaban sesuai pengalaman anda yang sudah lama belajar di Indonesia dan tanyakan pada diri anda sendiri apakah selama ini anda merasa puasa dengan sistem pembelajaran yang ada.
menerapkan kurikulum dari negara maju sah-sah saja selama diterapkan dengan benar dan tepat sasaran. namun dari itu apakah kita siap mengadopsi sistem negara maju yang mereka memang kondisi pendidikan didukung baik oleh sarana dan prasarana dan guru yang memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang baik. sementara di Indonesia, secara kasat mata kita bisa melihat bahwa pendidikan kita sama sekali belum merata. Di desa dan di kota sangat berbeda dari segi fasilitas, guru dan lingkungan. jadi jelas kompetensi gurunya berbeda dan sistem pembelajarannya juga akan berbeda.
Dalam hal fasilitas kita masih tertingga jauh dengan negara maju seperti Finlandia. yang saya maksud disini adalah fasilitas sekolah untuk mendukung kegiatan belajar. termasuk laboratorium bahasa, sains dan lainnya. tanpa fasilitas yang memadai sangat sulit untuk menelurkan siswa yang berprestasi dibidangnya. terlebih jika kita berbicara dengan sekolah-sekolah di pinggiran desa yang jauh dari kata wajar dan bahkan jarang mendapat bantuan, dikunjungipun hampir tidak pernah. jadi siapkah mereka memulai kurikulum baru ini.
Guru juga memiliki peran aktif dalam hal menjalankan kurikulum ini. sosialisai tentang kurikulum 2013 ini sangat penting agar guru tidak mengalami “serangan jantung” tiba-tiba. tanpa pengetahuan yang cukup maka guru tidak akan bisa mengaplikasikan kurikulum baru ini. terlebih lagi dalam kurikulum baru ini guru dituntut lebih mandari dan aktif menciptakan bahan. disini guru dituntut melakukan tiga hal yaitu Guide, teach, explain. guru diharapkan dapat membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan kegiatan-kegiatan yang dilakukan. jadi tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru lebih dituntut untuk menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.
Keterlibatan pihak ketiga seperti orang tua juga harus dipikirkan kedepan. jadi tidak hanya sebatas belajar di sekolah dan selesai. orangtua harus diajak terlibat dengan pendidikan anak agar mereka mengerti akan apa yang dibutuhkan anak. dalam hal ini pihak sekolah memiliki peran menghubungkan orangtua dan guru sehingga bakat anak bisa tersalurkan dengan tepat. orangtua tentu mengetahui bakat anak lebih baik dari guru jadi tugas orangtua adalah berkoordinasi dengan guru melalui keterlibatan dalam evaluasi. nantinya ini bisa menjadi masukan bagi guru dan juga pemerintah dalam hal evaluasi kurikulum.
Akhirnya saya berharap pemerintah dapat lebih terbuka dalam hal perubahan kurikulum dengan melibatkan siswa, guru dan masyarakat. karena pada hakikinya merekalah yang lebih berperan dalan hal pendidikan karena mereka lebih tahu dengan pengalaman dilapangan. semoga kurikulum 2013 akan lebih baik dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. semoga!



Source:


0 komentar:

Posting Komentar