KOMPARASI KURIKULUM DI
INDONESIA DENGAN NEGARA LAIN
Oleh:
Ronaldus S. Rilman, M.Pd.
Ilmu
pengetahuan merupakan sebuah jalan untuk mempermudah kehidupan umat manusia.
Ketika manusia sudah memiliki ilmu pengetahuan maka tingkat kehidupannya pun
semakin membaik. Agar seluruh masyarakat memiliki ilmu pengetahuan secara
merata, maka dibuatlah sebuah sistem agar ilmu pengetahuan mampu dipelajari
dengan mudah. Pendidikan adalah sebuah sistem yang didalamnya terdapat
komponen-komponen penunjang dalam usaha mencapai tujuan mencerdaskan
masyarakat. Setiap negara memiliki tujuan dan sistem pendidikan yang berbeda
sesuai dengan visi dan misi negara mereka. Indonesia merupakan negara yang
sangat mementingkan pendidikan, hal ini tertuang dalam Undang-Undang Dasar
’45 yang merupakan pondasi dasar negara ini.
Kita mampu
melihat sejauhmana perkembangan pendidikan di Indonesia jika dibandingkan
dengan negara lain dengan melihat aspek-aspek pendidikan yang global. Aspek
pendidikan secara global mampu dilihat melalui aspek pendidik, anak didik, alat
pendidikan, dan tujuan pendidikan. Indonesia negara yang saat ini menganggarkan
20% APBN nya untuk pendidikan terasa masih sangat kurang untuk memenuhi
kebutuhan proses pembelajaran. Aspek-aspek pendidikan yang akan penulis
kaji merupakan mempunyai tujuan untuk membandingkan tingkat
keberhasilan pendidikan di Indonesia dengan negara tetangganya. Untuk
mengetahui perbandingan aspek-aspek ini, kita harus mengetahui dahulu
pengertian dari masing-masing aspek.
Pendidik
adalah orang dewasa yang telah dianggap mampu bertanggung jawab terhadap apa
yang diajarkan kepada anak didik. Sedangkan anak didik adalah individu yang
butuh bimbingan dan arahan dalam bertingkah laku dari pendidik. Aspek yang
lainnya yakni alat pendidikan yang merupakan sarana untuk mencapai tujuan
pendidikan yang didalamnya berisi komponen pendidikan yang bersinergi satu sama
lain. Sedangkan tujuan pendidikan di setiap negara berbeda-beda sesuai dengan
tujuan negara dalam menciptakan generasi penerus bangsa. Bisa dikatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah mentransformasikan seluruh nilai dan norma serta
perkembangan ilmu pengetahuan kepada generasi penerus.
Tujuan
penulis membandingkan pendidikan di Indonesia dengan negara lain dapat
dikatakan sama seperti pendapat Kendall dan Nicholas Hanc yang dikutip
dari Nur (2002:4) yang menjelaskan bahwa tujuan perbandingan
pendidikan adalah untuk mengetahui prinsip-prinsip apa yang sesungguhnya
mendasari pengaturan perkembangan sistem pendidikan nasional. Indonesia
pada tahun 2011 mengalami penurunan peringkat prestasi pendidikannya. Jika di
tahun 2010 Indonesia berada pada peringkat 65 dari 127 negara yang disurvei
oleh UNESCO, kini pada tahun 2011 Indonesia berada pada urutan 69. Hal ini
sungguh menyesakkan bagi kita masyarakat Indonesia yang telah dianggarkan 20%
dari total APBN untuk pendidikan. Penilaian UNESCO terkait
aspek-aspek angka partisipasi pendidikan dasar, angka melek huruf pada anak
usia 15 tahun ke atas, angka partisipasi menurut kesetaraan jender, dan angka
bertahan siswa hingga kelas V sekolah dasar.
Bila melihat
aspek diatas, maka wajarlah bila Indonesia masing dianggap sebagai negara yang
jauh dari negara Jepang yang pada survei pada saat itu menjadi
negara peringkat pertama dalam kualitas pendidikan. Indonesia memang
masih lebih baik dari negara tetangga yakni, Filipina, Kamboja, dan
Laos. Tetapi bagaimana dengan negara tetangga yang lain yang berada dalam satu
wilayah Asia Tenggara seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam.
Ketiga negara tersebut berada jauh diatas Indonesia dalam hal pendidikan.
Aspek
penilaian UNESCO memang berkaitan dengan aspek-aspek yang penulis sebutkan
sebelumnya. Tenaga pendidik di Indonesia masih jauh dari kata profesional,
masih banyak guru yang mengajar tidak pada kompetensinya dan bahkan mengajar
lebih dari satu pelajaran atau berpindah tempat mengajar dari satu sekolah ke
sekolah lain hanya untuk mencukupi kebutuhan ekonominya. Guru di Indonesia
masih sangat minim akan penguasaan metode pembelajaran. Sikapnya yang otoriter
seringkali membuat siswa menjadi kaku dan tidak berkembang. Belum lagi masih banyak
guru di Indonesia yang hanya mengenyam jenjang pendidikan Sekolah Keguruan dan
bukan lulusan dari universitas ilmu keguruan.
Negara-negara
tetangga yang berada jauh diatas Indonesia dalam peringkat pendidikan, tingkat
perekonomian mereka sangat baik sehingga tenaga pendidik tidak perlu resah dan
bekerja secara profesional dalam usaha mencerdaskan anak didik. Jenjang
pendidikan yang sudah selayaknya bagi seorang guru dan sikap
profesional dengan hanya mengajarkan mata pelajaran yang ia kuasai ditambah
dengan penguasaan metode pembelajaran, mampu menciptakan suasana pendidikan
yang baik. Namun saat ini Indonesia sedang berbenah mencarikan solusi untuk
meningkatkan mutu guru dengan program sertifikasi dan macam-macam pelatihan
guna menciptakan guru yang berkualitas baik.
Anak didik
adalah individu yang unik dan membutuhkan bimbingan dan arahan dari para
pendidik guna mencapai kedewasaannya. Setiap anak didik yang ada di Indonesia
sejatinya terlahir dengan bakat yang dibawanya masing-masing. Akan tetapi,
bangsa Indonesia belum mampu mewadahi potensi-potensi anak didik. Pendidikan
masih sangat mahal bagi rakyat Indonesia, sehingga membuat banyak potensi anak
didik tidak berkembang sebagaimana seharusnya. Sistem pendidikan di Indonesia
masih banyak berpatokan pada hasil daripada prosesnya.
Hal ini
tanpa kita sadari membuat anak didik hanya terfokus pada aspek kognitif dalam
tujuannya sebagai siswa di sekolah. Guru di sekolah pun bersikap sebagaimana
robot yang selalu mematuhi aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Sikap
tenaga pengajar seperti hanya mementingkan bagaimana upaya mereka secepat
mungkin dalam penyampaian materi kepada siswa tanpa memperhatikan
kembali daya nalar dan pemahaman siswa itu sendiri terhadap materi ajar.
Ironis
memang ketika Ujian Nasional (UN) dijadikan sebagai patokan kelulusan siswa
dalam penguasaan materi pada jenjang pendidikan tertentu tanpa mengindahkan
aspek lainnya, yang bisa juga dinilai sebagai bahan pertimbangan oleh tenaga
pendidik. Sistem pembelajaran seperti ini membuat siswa sulit berkembang dalam
usahanya menjadi manusia seutuhnya sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
Berbeda dengan negara tetangga yang sudah lebih tertata dalam upaya mewadahi
bakat siswa. Malaysia misalnya, pada jenjang Lower secondary education (Sekolah
Menengah Pertama jika di Indonesia), sudah dipetakan para siswanya untuk
mengetahui bakat dan minat siswa pada jurusan sain, seni, teknik atau
vokasional. Dengan cara ini, Malaysia telah mampu membuat peringkat
pendidikannya di mata dunia lebih baik dengan tentunya masih banyak aspek lain
sebagai faktor-faktor pendukung.
Selanjutnya
berbicara mengenai alat pendidikan. Alat pendidikan disini tidak hanya berupa
fasilitas sekolah seperti ruang kelas, meja, kursi, dsb. Yang akan kita sebut
sebagai alat pendidikan di lapangan, sedangkan kurikulum, silabus, dan rencapa
pelaksanaan pembelajaran (RPP) juga merupakan alat pendidikan yang akan kita
sebut sebagai alat pendidikan di luar lapangan. Sudah dijelaskan sebelumnya
bahwa kurikulum pada setiap negara berbeda dan biasanya mengikuti keinginan
negara masing-masing dengan acuan prospek jangka pendek dan jangka panjang. Di
Indonesia, fasilitas di lapangan sangat minim dari ideal yang diharapkan.
Banyak sekali sekolah-sekolah dalam kondisi rusak dan tak layak pakai hingga
fasilitas penunjang lainnya. Bila kita cermati negara Singapura, sekolah mereka
telah berada dalam keadaan yang sangat baik sehingga siswa dan guru pun menjadi
lebih termotivasi dalam proses pembelajaran.
Kurikulum di
negara tetangga Malaysia menciptakan pembagian sekolah hampir sama dengan di
Indonesia. Terdapat sekolah kejuruan, sekolah umum, dan sekolah keagamaan
hingga tingkat universitas. Akan tetapi terdapat perbedaan diantara keduanya.
Sistem pendidikan Indonesia menjadikan UN sebagai tolak ukur kelulusan dan jika
ingin masuk ke jenjang berikutnya masih terdapat tes lagi, tetapi di Malaysia
pada setiap jenjang pendidikan tidak menjadikan UN sebagai tolak ukur dan hanya
sebagai uji kemampuan. Malaysia membuat jenjang pendidikan yang lebih tinggi
memantau siswa di jenjang sekolah yang lebih rendah untuk calon siswanya.
Tentunya pemantauan ini terkait dengan kebutuhan sekolah yang akan merekrutnya
sesuai dengan minat dan bakat siswa itu sendiri.
Oleh karena
banyak siswa di Malaysia melakukan yang terbaik dalam seluruh aspek pendidikan
demi mendapatkan sekolah yang terbaik di jenjang pendidikan selanjutnya.
Indonesia dengan penerapan UN sebagai tolak ukur kelulusan dan terdapat tes
lagi untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi membuat banyak
siswanya menjadi letih dan menekan mental. Ini telah terbukti banyak membuat
siswa berprestasi pun bisa gagal untuk menempuh sekolah impian selanjutnya.
Tujuan
pendidikan Indonesia menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20
Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Setiap negara pasti
memiliki tujuan pendidikan yang berbeda baik secara terang atau pun
tersembunyi. Akan tetapi yang terpenting adalah bagaimana mencapai tujuan itu
sendiri dengan bantuan ketiga aspek lainnya.
Sebuah
dilema pendidikan di Indonesia muncul ketika tujuan pendidikan yang sudah
dicanangkan secara luhur tetapi tidak dapat didukung oleh faktor-faktor lain
yang seharusnya menopangnya. Seperti yang penulis sebutkan diatas bahwa aspek
pendidik, anak didik, dan alat pendidikan merupakan jalan untuk pencapaian
tujuan harusnya berada dalam kondisi yang baik. Bila kondisi tiga aspek
pendidikan ini telah berada dalam kondisi yang baik, maka tujuan pendidikan pun
sangat mudah diraih. Indonesia dengan banyaknya jumlah penduduk dan kasus
korupsi yang sangat besar menggerogoti tiga aspek pendorong pencapaian tujuan
pendidikan. Bagaimana mungkin tujuan bisa terlaksana dengan baik bila penopang
tujuan tidak dibangun dalam kondisi baik.
Bila
dibandingkan dengan negara tetangga, mereka mempunyai tujuan pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan negaranya. Namun, seperti yang telah dijelaskan diatas
bahwa ketiga aspek pendidikan mereka sangat mendukung dalam menopang tujuan
pendidikan. Jika hal ini terus berlanjut tanpa ada daya kreatifitas dari guru
dan pihak sekolah hingga pemerintah, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan
semakin turun peringkatnya dalam tatanan sistem pendidikan dunia.
Lagi-lagi Indonesia untuk kesekian kalinya berencana
menggantikan kurikulum. ada beberapa perubahan yang telah dirombak dari
kurikulum lama yaitu penghapusan mata pelajaran bahasa Inggris pada tingkat
sekolah dasar serta pendakatan tematik integratif yang katanya pada pendekatan
ini siswa akan belajar dengan tema yang akan di kombinasikan dengan mata
pelajaran, yaitu :PPKN, Agama, bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan
Pendidikan jasmani.
Kurikulum ini sendiri seperti kata Kemendikbud
bukanlah kurikulum baru di dunia, bahkan sudah diterapkan di Finlandia, Jerman
dan prancis. pertanyaannya apakah kurikulum ini bisa di operasionalkan di
Indonesia dengan pertimbangan keadaan lingkungan yang bisa dikatakan masih jauh
berbeda dengan negara yang disebutkan diatas? tentu tidak mudah menjawab
pertanyaan ini secara langsung karena kita belum melihat dampak kurikulum ini
kedepan. untuk itu mari kita melihat secara sekilas bagaimana kontras kurikulum
Finlandia dan Indonesia
Kurikulum di Finlandia
salah satu prinsip kurikulum di Finlandia adalah Non-discrimination and equal
treatment yang
berarti tidak ada diskriminasi dan mendapat perlakuan yang sama. di Finlandia
semua anak punya hak sama dalam pendidikan, tidak dibedakan antara si kaya dan
si miskin dan semua sekolah tidak dibedakan baik itu sekolah favorit atau
tidak. jadi siswa bisa masuk ke sekolah mana saja karena semua sekolah sama.
hal lain yang membuat sistem pendidikan di Finlandia berbeda adalah karena
tidak adaassessment atau
penilaian. siswa-siswa di Finlandia dibimbing untuk memiliki hak yang sama
ketika belajar, maka tidak heran jika di dalam kelas mereka memiliki minimal
dua guru untuk mengajar, 1 bertindak sebagai guru utama dan 1-nya sebagai
asisten. di sisi lain berdasarkan hak dasar warga Finlandia, prinsip Receive understanding and have
their say in accordance with their age and maturity yaitu menerima pemahaman dan
pendapat sesuai umur dan kedewasaan. jadi mereka memiliki hak mendapatkan ilmu
sesuai umur mereka tanpa diskriminasi. mereka juga mendapatakan dukungan
spesial jika dibutuhkan seperti anak cacat dan anak-anak yang membutuhkan waktu
ektra akan memiliki kelas tambahan untuk diajarkan secara khusus agar mereka
mendapatkan hal yang sama seperti anak lainnya.
Dari segi mata pelajaran di Finlandia memiliki 6
mata pelajaran inti yang semuanya terbungkus dengan kata orientation. kenapa ada kata orientation? karena kurikulum di Finlandia memiliki
konsep gagasan bahwa 6 mata pelajaran ini bukan mengharuskan siswa belajar isi
dari seluruh pelajaran ini namun mengajak anak didik untuk mulai memperoleh
kemampuan menjelajah dan memahami fenomena-fenomena alam yang ada disekitar
mereka. maka jika anda melihat ada tiga kata yang dipakai disini yaituexamine,
understand, & experience. jadi siswa melatih kemudian memahami dan
mencoba. jadi pada hakikatnya siswa di Finlandia tidak belajar isi dari
buku-buku tetapi berinteraksi dengan ilmu-ilmu tersebut. tentunya dengan
fasilitas yang lengkap di setiap sekolah, baik desa maupun kota.
Hal menarik lainnya adalah bagaimana seorang guru
mengajar di Finlandia tidak sebatas hanya di dalam kelas. siswa diajak
mengekplorasi pengetahuan secara langsung di luar kelas ketika bahan ajar
berkaitan dengan lingkungan. jadi dalam hal ini siswa tidak semata-mata belajar
teori namun terjun ke lapangan untuk membuka wawasan mereka tentang alam demi
mendapatkan pengetahuan dari pengalaman secara langsung.
jangan heran jika di Finlandia ada yang namanya Parental engagement, orang tua siswa juga terlibat
dalam pendidikan anak jadi mereka juga secara tidak langsung memiliki ikatan
kerjasama dengan sekolah. tujuannya adalah agar memungkinkan pihak sekolah tahu
bakat anak secara akurat lebih dini jadi apa yang dibutuhkan si anak lebih
tersalurkan di sekolah dengan informasi dari orangtuanya ke pihak sekolah. luar
biasa bukan? dan ini mereka lakukan dalam bentuk diskusi bersama orangtua dan
staff.
tidak hanya itu, orang tua juga memiliki hak
mengevaluasi kurikulum sehingga mereka punya hak memberikan saran untuk
perkembangan si anak. ini adalah peran nyata orangtua dalam pendidikan. jadi
orantua di Finlandia tidak sekedar mendaftarkan anak ke sekolah dan terus
selesai, mereka punya tanggungjawab sebagai orangtua untuk memonitor kemajuan
si anak dengan baik melalui keterlibatan memberikan saran dan pendapat untuk
perbaikan kurikulum jika dibutuhkan.
Kurikulum di Indonesia
di atas saya sudah menjelaskan bagaimana kurikulum
di Finlandia di Jalankan. nah, sekarang mari kita bandingkan dengan kurikulum
di Indonesia. di Indonesia kurikulum di atur oleh pemerintah pusat dengan
keterlibatan mereka yang ahli dalam bidang kurikulum. kurikulum hanya bisa
diubah oleh pemerintah sementara masyarakat hanya menjadi konsumen yang patuh
dan taat. orangtua didik juga tidak terlibat apapun dalam hal kurikulum.
lantas, bagaimana melihat kurikulum kita berhasil atau tidak? apa cukup dengan
nilai UAN?
untuk menjawab pertanyaan diatas mungkin anda bisa
menerka-nerka jawaban sesuai pengalaman anda yang sudah lama belajar di
Indonesia dan tanyakan pada diri anda sendiri apakah selama ini anda merasa
puasa dengan sistem pembelajaran yang ada.
menerapkan kurikulum dari negara maju sah-sah saja
selama diterapkan dengan benar dan tepat sasaran. namun dari itu apakah kita
siap mengadopsi sistem negara maju yang mereka memang kondisi pendidikan
didukung baik oleh sarana dan prasarana dan guru yang memiliki latar belakang
keilmuan dan pengalaman yang baik. sementara di Indonesia, secara kasat mata
kita bisa melihat bahwa pendidikan kita sama sekali belum merata. Di desa dan
di kota sangat berbeda dari segi fasilitas, guru dan lingkungan. jadi jelas
kompetensi gurunya berbeda dan sistem pembelajarannya juga akan berbeda.
Dalam hal fasilitas kita masih tertingga jauh dengan
negara maju seperti Finlandia. yang saya maksud disini adalah fasilitas sekolah
untuk mendukung kegiatan belajar. termasuk laboratorium bahasa, sains dan
lainnya. tanpa fasilitas yang memadai sangat sulit untuk menelurkan siswa yang
berprestasi dibidangnya. terlebih jika kita berbicara dengan sekolah-sekolah di
pinggiran desa yang jauh dari kata wajar dan bahkan jarang mendapat bantuan,
dikunjungipun hampir tidak pernah. jadi siapkah mereka memulai kurikulum baru
ini.
Guru juga memiliki peran aktif dalam hal menjalankan
kurikulum ini. sosialisai tentang kurikulum 2013 ini sangat penting agar guru
tidak mengalami “serangan jantung” tiba-tiba. tanpa pengetahuan yang cukup maka
guru tidak akan bisa mengaplikasikan kurikulum baru ini. terlebih lagi dalam
kurikulum baru ini guru dituntut lebih mandari dan aktif menciptakan bahan.
disini guru dituntut melakukan tiga hal yaitu Guide,
teach, explain. guru
diharapkan dapat membimbing siswa, mengajarkan mereka dan menjelaskan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan. jadi tidak sebatas mengeluarkan isi buku dan
dimasukkan ke kepala siswa, tetapi peran aktif guru lebih dituntut untuk
menuntun siswa mendapatkan apa yang seharusnya mereka dapat di sekolah.
Keterlibatan pihak ketiga seperti orang tua juga
harus dipikirkan kedepan. jadi tidak hanya sebatas belajar di sekolah dan
selesai. orangtua harus diajak terlibat dengan pendidikan anak agar mereka
mengerti akan apa yang dibutuhkan anak. dalam hal ini pihak sekolah memiliki
peran menghubungkan orangtua dan guru sehingga bakat anak bisa tersalurkan
dengan tepat. orangtua tentu mengetahui bakat anak lebih baik dari guru jadi
tugas orangtua adalah berkoordinasi dengan guru melalui keterlibatan dalam
evaluasi. nantinya ini bisa menjadi masukan bagi guru dan juga pemerintah dalam
hal evaluasi kurikulum.
Akhirnya saya berharap pemerintah dapat lebih terbuka
dalam hal perubahan kurikulum dengan melibatkan siswa, guru dan masyarakat.
karena pada hakikinya merekalah yang lebih berperan dalan hal pendidikan karena
mereka lebih tahu dengan pengalaman dilapangan. semoga kurikulum 2013 akan
lebih baik dari kurikulum-kurikulum sebelumnya. semoga!
Source:
0 komentar:
Posting Komentar