Pages

Ads 468x60px

Jumat, 25 Agustus 2017

Visit Flores 2017

KAMPUNG ADAT TODO


Terletak di Desa Todo, Kec. Satar Mese Barat, Kab. Manggarai, Flores NTT. Kampung tua yang memiliki halaman yang dikelilingi batu tersusun rapi merupakan asal muasal kerajaan Manggarai. Di sini terdapat Rumah Adat (Niang) bernama “NIANG WOWANG”, Tambur Kecil (Gendang) yang terbuat dari kulit perut seorang gadis (Loke Nggerang) dan meriam-meriam kuno.

Rumah Adat Todo
Salah satu ciri khas kampung Todo adalah Niang Todo, sebuah rumah adat berbentuk bundar beratap jerami yang diketahui merupakan istana raja Todo tempo dulu. Konon rumah adat ini adalah rumah adat tertua di Manggarai. Rumah adat ini hampir sama seperti rumah adat Manggarai pada umumnya, beratapkan ijuk, berbentuk kerucut dengan rangka kayu dan bambu, jika kerucut dibuka maka kerangkanya akan menggambarkan sebuah jaring laba-laba, semacam sawah jaring laba-laba yang terdapat di Kampung Cara Desa Cancar Kecamatan Ruteng.
Pintu rumah adat ini hanya setinggi bahu orang dewasa jadi jika akan masuk rumah, seseorang harus menundukkan kepalanya, menurut orang Manggarai hal ini sebagai gambaran untuk menghormati pemilik rumah atau tetua adat mereka. Hal yang membedakan Rumah adat Todo dengan rumah adat Manggarai lainnya yaitu rumah adat ini terdapat gendang yang menurut cerita masyarakat setempat gendang tersebut terbuat dari kulit manusia. Konon, pada masa Kerajaan Todo ada seorang perempuan yang sangat cantik yang diperebutkan oleh dua pangeran hingga terjadi perpecahan diantara keduanya, untuk menyelesaikan masalah itu dikorbankanlah si perempuan -atau si perempuannya yang bunuh diri- dan kulitnya dibuat gendang. Di atap pintu masuk Rumah Adat Todo juga terdapat ukiran kayu yang menggambarkan alat reproduksi wanita, hal ini juga yang membedakan rumah Adat ini dengan rumah adat Manggarai lainnya.
Permainan Caci
Disini juga pengunjung dapat Menyaksikan wisata budaya salah satunya atraksi bela diri tradisional yang dikenal dengan nama Caci. Selain untuk menghidupkan suasana, permainan ini juga untuk mempertemukan kembali para keturunan Raja Todo, penguasa kerajaan besar di Manggarai 300 tahun silam. Warga dari kampung tetangga pun turut berpartisipasi. Inilah saatnya warga kampung larut dalam kegembiraan menyambut ritual “Wajo Mora”. Selain sebagai upacara adat yang dianggap sakral, ritual ini dilaksanakan untuk menghormati para leluhur. Apalagi, masyarakat setempat percaya pelanggaran tradisi adat akan membuahkan bencana yang disebut Nangki.

Visit Komodo 2017